Harakatuna.com. Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) terus mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di bidang pendidikan tinggi keagamaan melalui program penelitian bertajuk Kemenag The AIR Funds Program (Kementerian Agama – Program Dana Penelitian Indonesia Bangkit).
Program yang bekerja sama dengan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) ini menjadi langkah strategis untuk mencetak SDM unggul, berdaya saing global, dan berkontribusi nyata bagi pembangunan nasional menuju Indonesia Emas 2045.
Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Diktis) Kemenag, Prof. Sahiron, mengatakan bahwa penelitian menjadi faktor utama dalam meningkatkan daya saing bangsa di era global.
“SDM menjadi kata kunci agar Indonesia tetap eksis dan mampu bersaing dengan bangsa lain. Riset adalah hal yang strategis untuk memastikan lahirnya SDM yang unggul dan berkualitas,” ujar Sahiron, dikutip dari laman resmi Kemenag, Selasa (29/10/2025).
Ia menjelaskan, melalui program ini Kemenag berupaya menjawab tantangan rendahnya proporsi penduduk Indonesia bergelar magister dan doktor. Berdasarkan data, jumlah penduduk dengan pendidikan tinggi di Indonesia baru mencapai 0,49 persen, jauh di bawah negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, dan Thailand yang mencapai 2,43 persen, serta negara maju yang rata-rata di atas 9 persen.
“Kita harus mempercepat peningkatan kapasitas penelitian di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Program ini tidak hanya memperluas akses, tetapi juga meningkatkan mutu dan daya saing,” lanjutnya.
Program Kemenag Dana AIR dikelola oleh Pusat Pembiayaan Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (Puspenma) yang bekerja sama dengan Diktis. Puspenma dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 25 Tahun 2024, yang kemudian diperbarui melalui PMA Nomor 33 Tahun 2024.
Kepala Puspenma, Ruchman Basori, menuturkan bahwa program ini merupakan bentuk sinergi antara Kemenag dan LPDP dalam menyediakan pendanaan penelitian bagi dosen dan peneliti di lingkungan pendidikan tinggi keagamaan.
“Program ini inovatif menjadi penting untuk menyelesaikan permasalahan kemasyarakatan, keagamaan, dan kebangsaan berbasis penelitian. Harapannya, hasil penelitian ini dapat memberikan dampak langsung bagi masyarakat,” kata Ruchman.
Menurutnya, Kemenag menerima alokasi dana penelitian sekitar Rp50 miliar per tahun dari LPDP untuk periode 2024–2026. Pada tahun 2024, program ini telah memuat 47 tema penelitian yang melibatkan 201 peneliti dari 20 Perguruan Tinggi Keagamaan serta satu fakultas agama Islam di perguruan tinggi umum.
“Ke depan, kami berharap LPDP memberikan alokasi yang lebih besar. Saat ini terdapat sekitar 1.000 PTK di bawah Kemenag dengan puluhan ribu dosen yang membutuhkan dukungan penelitian. Ini langkah strategi untuk memperkuat penelitian inovatif di bidang keagamaan, sosial humaniora, sains, dan teknologi,” ujarnya.
Program Kemenag AIR Funds menyoroti empat tema prioritas penelitian, yaitu Sains dan Teknologi, Sosial Humaniora, Ekonomi dan Lingkungan, serta Kebijakan Layanan Pendidikan dan Keagamaan. Beberapa topik di antaranya meliputi hilirisasi riset teknologi, pendidikan transformatif, ekonomi hijau, penguatan ekonomi syariah, serta moderasi beragama.
Dalam pelaksanaannya, sistem seleksi dilakukan secara paperless melalui platform eRISPRO-LPDP. Proposal pendaftaran dibuka mulai 23 Oktober hingga 7 November 2025, dengan masa penelitian antara satu hingga tiga tahun. Setiap proyek penelitian mendapat dukungan dana antara Rp500 juta hingga Rp2 miliar.
“Kami ingin mengubah paradigma penelitian di perguruan tinggi keagamaan dari yang bersifat individual menjadi kolaboratif dan interdisipliner. Riset harus berdampak nyata bagi masyarakat dan pembangunan bangsa,” jelas Sahiron.
Selain penelitian dalam negeri, Kemenag juga mendorong dosen dan peneliti mengikuti program workshop internasional dan magang penelitian (internship) di berbagai lembaga dunia seperti Alexander von Humboldt Foundation (Jerman), INRAE (Prancis), dan CSIRO (Australia).
“Melalui pelatihan dan pemagangan internasional, dosen akan mempelajari metodologi riset global, pedagogi modern, serta membangun jejaring ilmiah internasional. Ini bagian dari upaya mewujudkan perguruan tinggi keagamaan yang unggul dan berkelas dunia,” tambahnya.
Dengan berbagai langkah ini, Kemenag berharap perguruan tinggi keagamaan dapat menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan yang berdampak luas.
“Transformasi kelembagaan perguruan tinggi keagamaan kini menemukan momentumnya. Dari PTK untuk Indonesia, dan dari penelitian untuk peradaban,” tutup Ruchman Basori.