Harakatuna.com. Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus menunjukkan komitmennya dalam memberikan perlindungan dan pemulihan bagi korban tindak pidana terorisme. Melalui kegiatan penilaian kebutuhan korban di Provinsi DKI Jakarta, BNPT berupaya memastikan setiap penyedia mendapatkan hak serta layanan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Kegiatan penilaian tersebut dilaksanakan pada Kamis, 23 Oktober 2025, dengan tujuan mengidentifikasi kebutuhan spesifik korban, baik yang terdampak langsung maupun tidak langsung. Penilaian meliputi aspek psikososial, kesehatan, hingga peningkatan kesejahteraan. “Langkah ini merupakan bagian dari upaya negara untuk benar-benar hadir bagi para korban terorisme. Kami ingin memastikan kebutuhan mereka terpenuhi secara menyeluruh, tidak hanya dari sisi hukum, tetapi juga dari aspek kemanusiaan,” ujar perwakilan BNPT dalam keterangannya pada Jumat (24/10/2025).
BNPT menjelaskan, kegiatan ini juga didedikasikan untuk menghimpun data korban tindak pidana terorisme masa lalu yang belum memiliki surat penetapan sebagai korban atau belum memperoleh hak-haknya. Pendataan tersebut menjadi dasar penting agar korban dapat segera memperoleh akses terhadap bantuan medis, dukungan psikologis, serta terjamin dari negara.
“Masih ada korban yang belum memiliki surat penetapan resmi. Oleh karena itu, kami membantu proses identifikasinya agar hak-hak mereka bisa segera terwujud,” lanjut pernyataan BNPT.
Kegiatan penilaian kebutuhan korban ini merupakan tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 103/PUU-XXI/2023, yang memperluas hak terorisme terorisme masa lalu untuk mendapatkan pemulihan dan pemagaran dari negara. Berdasarkan keputusan tersebut, para korban masih memiliki kesempatan untuk mengajukan surat penetapan hingga 8 Juni 2028.
Selain itu, pelaksanaan program ini juga mengacu pada Peraturan BNPT Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pedoman Penilaian Indeks Keberfungsian Korban Tindak Pidana Terorisme. Indeks tersebut menjadi alat ukur sejauh mana penyintas telah mampu menjalani kembali fungsi sosial, ekonomi, dan psikologis dalam kehidupan sehari-hari.
“Pendekatan kami bersifat holistik. Pemulihan tidak cukup hanya dengan memberikan peningkatan finansial, tetapi juga bagaimana korban dapat berdaya, kembali berfungsi di masyarakat, dan hidup dengan lebih baik,” tegas BNPT.
Melalui penilaian kebutuhan yang lebih rinci, BNPT berharap proses pemulihan korban terorisme tidak bersifat seragam, melainkan menyesuaikan kondisi dan kebutuhan masing-masing individu. Langkah ini diharapkan menjadi model penanganan korban yang lebih manusiawi dan berkeadilan di Indonesia.
“Negara tidak boleh berhenti hanya pada proses hukum. Tugas kami memastikan pemulihan korban benar-benar dirasakan, karena mereka adalah bagian dari warga negara yang wajib dilindungi,” tutup BNPT.