
Harakatuna.com. Canberra — Kementerian Dalam Negeri Australia (Dalam Negeri) mengonfirmasi bahwa enam warga negara Australia yang memiliki keterkaitan dengan anggota kelompok teroris ISIS telah kembali ke tanah air. Keenam orang ini terdiri dari dua perempuan dewasa yang disebut sebagai “pengantin ISIS” serta empat anak-anak.
Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri, Stephanie Foster, menyatakan bahwa kepulangan mereka ke Australia pada 26 September lalu bukanlah bagian dari program repatriasi resmi pemerintah.
“Perjalanan tersebut bukan merupakan proses repatriasi yang kami fasilitasi. Ini adalah perjalanan yang mereka atur sendiri,” ujar Foster dalam sidang Komite Estimasi Senat, Rabu (8/10/2025).
Foster menambahkan bahwa pemerintah telah mengetahui rencana kepulangan mereka sejak bulan Juni, dan informasi itu telah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri. Namun, ia tidak memiliki informasi rinci mengenai lokasi saat ini atau kebocoran hukum mana yang bertanggung jawab atas penanganan mereka.
Penyelidikan Terorisme Sedang Berlangsung
Sementara itu, Komisioner Asisten Kepolisian Federal Australia (AFP), Stephen Nutt, mengkonfirmasi bahwa saat ini sedang terjadi penyelidikan menyeluruh terkait aspek kontra-terorisme yang melibatkan beberapa lembaga, termasuk Australian Security Intelligence Organization (ASIO) dan kepolisian negara bagian. “Kami bekerja sama dengan mitra keamanan nasional untuk menilai segala risiko yang mungkin timbul dari kepulangan ini,” kata Nutt dalam kesempatan yang sama.
Pihak AFP juga menyatakan bahwa mereka telah memiliki kesiapan terhadap skenario kembalinya warga Australia dari zona konflik sejak lama. “Kami memiliki proses yang mapan dalam menangani individu yang kembali secara mandiri dari wilayah konflik seperti Suriah,” jelas Komisioner AFP Krissy Barrett.
Isu ini menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan bahwa pemerintah sengaja menutup-nutupi informasi soal kepulangan para perempuan yang sebelumnya tinggal di kamp terpencil di Suriah bersama anak-anak mereka. Dalam sidang perkiraan sebelumnya, Menteri Luar Negeri Penny Wong menolak memberikan komentar secara langsung saat ditanya mengenai kasus ini.
Perdana Menteri Anthony Albanese juga memilih untuk tidak mengungkapkan rincian, dengan alasan sensitivitas keamanan nasional. Hal ini memicu kritik dari pihak oposisi yang menuduh pemerintah menyembunyikan informasi dari masyarakat. “Publik berhak mengetahui siapa nasional yang kembali dan bagaimana negara melindungi warganya,” ujar juru bicara oposisi bidang keamanan, tanpa menyebutkan nama dalam laporan tersebut.
Menanganggap kritik tersebut, Menteri Dalam Negeri menyampaikan bahwa meskipun warga tersebut berhasil kembali, tidak ada dukungan resmi dari pemerintah dalam proses tersebut. “Kepulangan ini bukan hasil dari operasi pemerintah. Namun, kami memastikan seluruh instansi keamanan terlibat aktif dalam menyatukan dan menyalakan situasi,” ujar Menteri Tony Burke dalam pernyataan terpisah.
Pemerintah menekankan bahwa keselamatan dan keamanan masyarakat tetap menjadi prioritas utama, dan setiap individu yang diduga memiliki keterkaitan dengan aktivitas terorisme akan diproses sesuai hukum yang berlaku.