
Republiktimes.com – Peraturan Presiden (Perpres) tentang tata kelola pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), mendapat sorotan dari FIAN Indonesia. Menurut ‘organisasi masyarakat sipil yang mendorong hak atas pangan dan gizi’ tersebut, Perpres tersebut dinilai tidak akan menjawab permasalahan permasalahan yang berjalan selama ini.
Alasannya, karena dinilai tidak terbuka dan transparan kepada masyarakat, serta tidak didasarkan pada hak asasi manusia atas pangan dan gizi. Koordinator Nasional FIAN Indonesia, Marthin Hadiwinata, dalam keterangan tertulisnya beberapa waktu lalu, menyampaikan tiga hal yang menjadi poin penting.
“Pertama, Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan program pangan dimandatkan untuk mendasarkan kepada pendekatan Hak Asasi atas Pangan dan Gizi. Hal ini dinyatakan dalam Kesimpulan Pemantauan Tinjauan Periodik atas implementasi Kovenan Hak Ekosob. Komite Hak Ekosob PBB menyatakan dalam pelaksanaan program pangan yang dilakukan berdasarkan hak asasi manusia atas pangan, yang meliputi pelaksanaan konsultasi kepada sipil masyarakat yang bermakna bagi masyarakat adat, komunitas petani, dan perempuan, sambil menghormati pertanian lokal dan mendukung sistem produsen pangan skala kecil.”
“Kedua, dengan tiadanya keterbukaan, Perpres ini akan memutihkan kekacauan proyek MBG tersebut. Mulai dari asal-asalannya menetapkan target penerima manfaat tanpa ada baseline target, hingga keamanan pangan yang berdampak pada keracunan bagi penerima manfaat yang tidak hanya anak-anak. Kekacauan ini terkait erat dengan tiadanya konsep yang terbuka kepada publik apa yang menjadi tujuan utama dari Proyek MBG, hingga pengawasan yang lemah dibiarkan oleh pemerintah.”
“Ketiga, Perpres tersebut hanya akan menjadi legitimasi proyek MBG sebagai bagi-bagi jatah anggaran negara. Tanpa memastikan akuntabilitas, dan juga tiadanya transparansi terhadap pelaksana anggaran, konflik kepentingan sangat mudah terlihat, dimana tidak adanya keterbukaan terhadap proses penunjukkan dan Kelompok SPPG. Termasuk intervensi aparat keamanan, baik TNI maupun Polri dalam Proyek MBG, padahal kekacauan yang terjadi seharusnya ditindak dengan tegas.”
Selain tiga poin di atas, FIAN Indonesia juga menyoroti akibat dari ketidaktransparanan Perpres terkait MBG tersebut.
“Kemudian, Perpres yang tidak transparan ini hanya menjadi legitimasi praktik sentralisasi MBG. Seharusnya, pemberian akses pangan bergizi dan sehat dilakukan secara desentralisasi, termasuk melibatkan warga dan keluarga sekolah, termasuk lingkungan sekitar sekolah. Dapat juga dengan melibatkan struktur yang telah ada seperti Posyandu, Puskesmas, termasuk kelompok PKK,” tutupnya.
Penulis: Ricky Ibrahim