
Harakatuna.com. Manggarai Barat – Tim Pencegahan Satuan Tugas Wilayah (Satgaswil) Nusa Tenggara Timur Densus 88 Antiteror Polri memperkuat upaya pencegahan berkembangnya paham intoleransi, radikalisme, ekstremisme, dan terorisme (IRET) di kalangan pelajar. Langkah itu diwujudkan melalui kegiatan sosialisasi di SMA Negeri 1 Lembor, Desa Wae Kanta, Kabupaten Manggarai Barat, Senin (13/10/2025).
Kegiatan yang digelar bekerja sama dengan Polsek Lembor tersebut ratusan siswa dan guru. Program ini merupakan bagian dari strategi nasional Densus 88 untuk memperkuat ketahanan ideologi generasi muda di dunia pendidikan.
Acara diawali dengan upacara bendera yang dipimpin Ketua Tim Cegah Satgaswil Densus 88 NTT, Silvester Guntur. Dalam amanatnya, ia menegaskan bahwa tantangan generasi muda saat ini bukan lagi berupa penjajahan fisik, melainkan penyusupan ideologi melalui arus digital.
“Tantangan generasi muda saat ini bukan lagi penjajahan fisik, tetapi infiltrasi ideologi melalui arus digital. Oleh karena itu, kita harus memperkuat nilai-nilai dasar kebangsaan—Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika—sebagai fondasi moral bangsa,” ujar Silvester.
Ia juga menyampaikan enam strategi utama pencegahan IRET di lingkungan sekolah, antara lain menumbuhkan karakter pelajar yang cinta damai, cerdas digital, dan berkarakter Pancasila. “Pelajar cinta damai, cerdas digital, dan berkarakter Pancasila adalah benteng pertama melawan radikalisme,” tegasnya.
Kepala SMA Negeri 1 Lembor mengapresiasi langkah Densus 88 yang menurutnya sangat relevan bagi penguatan karakter siswa. “Kehadiran Densus 88 menjadi kehormatan bagi kami. Materinya relevan dan penting bagi pembentukan karakter siswa. Sinergi pendidikan dan aparat keamanan perlu terus diperkuat,” ujarnya.
Senada, Bhabinkamtibmas Desa Pondo menekankan pentingnya pendidikan moral untuk mencegah kenakalan remaja. “Wilayah hukum Polsek Lembor relatif aman, namun kasus kekerasan anak masih terjadi. Pendidikan karakter harus menjadi prioritas,” jelasnya.
Dalam sesi sosialisasi, Tim Pencegahan Densus 88 memaparkan bahwa radikalisme sering tumbuh dari benih intoleransi serta propaganda digital yang terselubung. Data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan UNODC pada tahun 2024 menunjukkan lebih dari 70 persen proses rekrutmen kelompok teror modern bermula dari media sosial dan aplikasi pesan instan. Sementara itu, penelitian Setara Institute (2023) mencatat sekitar 5 persen pelajar SMA di Indonesia tergolong intoleran aktif—angka yang meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2016.
“Anak muda adalah target utama propaganda radikal. Mereka harus dibekali literasi digital dan pemahaman kebangsaan agar tidak mudah terpengaruh,” kata salah satu anggota Densus 88.
Tim juga mengingatkan masyarakat agar berhati-hati menyebarkan informasi di media sosial. “Sebagian besar video propagandaan anak atau isu ekstrem hanyalah hoaks. Jangan sebarkan tanpa verifikasi. Gunakan sumber resmi seperti kominfo.go.id atau turnbackhoax.id,” tegasnya.
Menutup kegiatan, Densus 88 mengajak pelajar untuk membangun Empat Ketahanan Diri Pelajar berdasarkan nilai kebangsaan. “Empat pilar kebangsaan—Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika—adalah kompas moral agar generasi muda tetap waras, toleran, dan berempati,” ujar perwakilan Densus 88.
Melalui kegiatan ini, Densus 88 menegaskan bahwa pendekatan edukatif dan kolaboratif merupakan strategi penting dalam mencegah penyebaran ideologi radikal di lingkungan sekolah. “Sekolah harus menjadi benteng pertama melawan intoleransi dan terorisme. Dari ruang kelas inilah masa depan bangsa terbentuk,” pungkas anggota Densus 88.