
Harakatuna.com. Jakarta – Menjelang satu tahun masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menekankan pentingnya agar seluruh agenda pembangunan pemerintah benar-benar sampai dan dirasakan oleh masyarakat luas.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat ditemui di Gedung PBNU, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jumat (17/10/2025).
“Saya kira ke depan tantangannya adalah bagaimana melakukan konsolidasi eksekusi dari agenda-agenda pemerintah itu, sehingga delivery-nya bisa terjamin sampai bawah,” ujar Gus Yahya.
Ia menambahkan, manfaat dari program pembangunan harus benar-benar dirasakan rakyat secara nyata. “Kemaslahatan dari agenda-agenda itu harus sampai dan benar-benar bisa dirasakan langsung oleh masyarakat,” imbuhnya.
Meski demikian, Gus Yahya menilai bahwa kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran selama satu tahun ini relatif cukup baik. Menurutnya, sudah ada berbagai terobosan baru yang bersifat transformatif bahkan fundamental.
“Satu tahun ini saya kira relatif bagus. Banyak inisiatif-inisiatif baru yang bersifat transformatif, dan bahkan cukup fundamental dari pemerintahan Prabowo-Gibran ini sudah dieksekusi dan diwujudkan fondasi-fondasinya,” jelasnya.
Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil. Ketua Yayasan Bantuan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, menilai masa satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran justru menimbulkan kekhawatiran terkait penegakan hukum, pengelolaan anggaran, hingga penghormatan terhadap hak-hak warga negara.
“Misalnya pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang memperkuat kewenangan polisi, itu dinilai berpotensi melahirkan praktik sewenang-wenang.Undang-undang penting seperti masyarakat adat tidak berjalan, sementara revisi yang justru berbahaya malah dipaksakan,” ujarnya pada Kamis (16/10/2025).
Senator, Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Even Sembiring, menilai arah pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah selama setahun terakhir semakin menimbulkan ancaman bagi rakyat dan lingkungan.
Menurutnya, target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen mendorong peningkatan investasi besar-besaran, terutama di sektor sumber daya alam dan pertambangan.
“Pilihan cara ekonomi yang kapitalistik semakin menempatkan rakyat dan lingkungan di bawah ancaman krisis. Hal ini kian diperparah dengan pendekatan represif dan militeristik, yang bermula dari pengesahan perubahan UU TNI dan berlanjut ke berbagai situasi represif lainnya,” kata Even dalam diskusi media di Jakarta.